Pengaruh media
pendinginan pada Heat treatment
terhadap sifat mekanik paduan logam AlCu dengan perlakuan Quenching
|
Tri Ilma Sari,
Cahyaning F.K.M, Alfa Dinar C.P, Shelly Permatasari, M. Zainuri
Jurusan
Fisika, Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Arief
Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: triilmasari@gmail.com |
Abstrak—Pengaruh
media pendinginan pada Heat treatment
terhadap sifat mekanik paduan logam AlCu dengan perlakuan Quenching dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
kekerasan paduan logam AlCu serta untuk mengetahui pengaruh viskositas medium
pendingin terhadap nilai kekerasan. Prinsip yang digunakan pada percobaan ini
yaitu heat treatment. Percobaan
dilakukan dengan dipotongnya paduan logam AlCu menjadi 4 bagian, dengan
masing-masing bagian yakni 2.5cm. Setelah itu paduan logam digrinding
menggunakan kertas amplas mesh 220, 600, 800, dan 1000 secara berurutan hingga
rata, setelah itu dipanaskan ke furnace dengan suhu 500oC selama 30
menit, setelah 30 menit logam dimasukkan kedalam masing-masing pendingin hingga
mencapai suhu ruang. Tahap terakhir yakni digrinding ulang 3 tembaga menggunkan
mesh 800 dan 1000 hingga rata, kemudian diuji kekerasan dari keempat logam
menggunakan microhardness vickers. Dari percobaan ini dapat disimpulkan
bahwa paduan logam AlCu memiliki tingkat kekerasan sebesar 44.7 HV. Viskositas
medium pendingin tinggi menghasilkan nilai kekerasan logam rendah.
Kata Kunci— Logam
AlCu, Medium Pendingin, Tingkat Kekerasan
I.
PENDAHULUAN
ada era globalisasi ini yang penuh dengan pembangunan di sektor
industri serta bidang-bidang lainnya, tentunya pembangunan itu membutuhkan
suatu bahan logam yang cukup baik , entah itu sifat fisik maupun mekanisnya. Namun
sifat fisik maupun mekanik dari logam tidaklah dengan mudah ditemukan .Oleh
karena itu, perlu diberikan terlebih dahulu suatu perlakuan khusus, sehingga
dapat menghasilkan suatu logam yang sesuai dengan yang diinginkan.
Perlakuan yang diberikan logam antara
lain adalah perlakuan panas atau Heat
treatment, yang merupakan suatu proses perlakuan terhadap logam yang
diinginkan dengan cara memberikan pemanasan dan kemudian dilanjutkan pendinginan
dengan media pendingin tertentu, sehingga sifat fisiknya dapat diubah sesuai
dengan yang diinginkan. Selain sifat fisik, kadang-kadang juga sifat kimia dari
suatu material [1].
Heat
treatment meliputi
beberapa proses, yaitu heating dan cooling. Heating adalah suatu proses untuk pemanasan terhadap suatu logam
dengan suhu tertentu dengan periode waktu. Tujuannya yaitu untuk memberikan
kesempatan terjadinya perubahan struktur dari atom-atom dapat menyeluruh. Cooling yaitu suatu proses pendinginan
dengan kecepatan tertentu hingga pada suhu ruang, bertujuan untuk mendapatkan
struktur dan sifat fisik maupun sifat mekanis yang diinginkan [2].
Heat
treatment terdiri dari
beberapa proses, yaitu: pengerasan (Quenching),
proses quenching atau pengerasan
yaitu suatu proses pemanasan logam sehingga mencapai batas austenit yang
homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini maka austenit memerlukan waktu
pemanasan yang cukup. Pemanasan ini dilakukan dibawah suhu kritis. Selanjutnya
setelah dipanaskan, secara cepat dilanjutkan pendinginan. Hal ini mencegah
proses suhu rendah, seperti transformasi fase sehingga dapat mengurangi
kristalinitas dan dengan demikian meningkatkan ketangguhan paduan logam
tersebut. Fase yang sangat keras bergantung pada keadaan karbon. Proses selanjutnya
yaitu proses anneling, proses anneling yaitu proses pelunakan terhadap
logam dengan temperatur diatas temperatur kritis (723oC) kemudian
dibiarkan beberapa lama sampai temperatur merata disusul dengan pendinginan
secara perlahan-lahan sambil dijaga agar temperatur bagian luar dan dalam
kira-kira sama, dengan hal tersebut diperoleh struktur yang diinginkan dengan
medium selain udara. Tujuan proses anneling
yaitu untuk melunakkan material logam. Hasil dari anneling lebih baik daripada normalizing.
Normalizing yaitu suatu proses
pelunakan logam dengan cara memanaskan hingga mencapai fase austenit yang
kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam medium pendingin udara. Pada
proses ini belum tentu dapat melunakkan logam berkarbon tinggi atau baja paduan
tertentu. Tujuan proses normalizing
yaitu untuk menghilangkan tegangan dalam atau sia, serta memperbaiki
butir-butir logam. Selanjutnya proses tempering,
proses tempering yaitu pemanasan
logam sampai temperatur sedikit dibawah temperatur kritis, kemudian didiamkan
dalam tungku dan suhunya dipertahankan sampai merata selama 15 menit.
Selanjutnya didinginkan dengan medium pendingin. Jika kekerasan turun, maka
kekuatan tarik turun pula. Dalam hal ini keuletan dan ketangguhan logam akan
meningkat [3].
Perlakuan panas lainnya yaitu
hardening. Hardening adalah suatu proses untuk mengubah struktur logam dengan
jalan memanaskan benda kerja dalam furnace atau tungku pada temperatur yang
ditentukan selama periode waktu tertentu, dan kemudian didinginkan secara cepat
dengan media seperti air, air garam, oli dan solar yang mempunyai kerapatan
pendingin berbeda-beda. Perlakuan panas hardening merupakan kombinasi pemansan
dan pendinginan dari suatu logam untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Proses
ini hampir sama dengan quenching [4].
Gambar 1. Diagram fasa
paduan AlCu
Aluminium merupakan logam non-ferrous
yang paling banyak digunakan pada kontruksi. Aluminium dapat dikeraskan dengan
kerja dingin, dan sebagaian paduannya dapat diolah panas. Aluminium dapat
dirol-dingin atau dirol-panas, dicor, ditempa, ditarik, dan distempel.
Aluminium bersifat swa-lindung, mudah dimesin, dan memiliki konduktivitas
termal dan listrik yang hampir sama dengan tembaga. Aluminium memiliki
konduktivitas termal saat suhu 300K sebesar 237 W/mK. Kekerasan skala vickers
yaitu 167 Mpa. Kemapuan Al untuk melarutkan Cu adalah 4%. Jika %Cu lebih besar
dari 4 % maka atom Cu akan menempati matriks Al sebagai intersiti. Oleh karena itu, fasa awal yang
terjadi adalah fasa α dan θ. Paduan Al-Cu tersebut kemudian dipanaskan pada
temperatur 550oC agar fasa yang terjadi seluruhnya adalah fasa α.
Kemudian paduan tersebut didingan secara cepat agar tidak terjadi AlCu2.
Fasa ini tidak stabil karena kestabilannya hanya 5%. Proses ini dinamakan solid
solution strengthening. Paduan tersebut kemudian dipanaskan lagi pada
temperaturesekitar 200oC supaya terbentuk presipitat CuAl2
yang akan meningkatkan kekerasan paduan tersebut. Proses ini
dinamakan presipitation hardening. Sebenaranya pada suhu kamar maupun
temperature dibawah 200oC sudah terbentuk presipitat CuAl2,
akan tetapi bersifat metastabil. PaduanAl-Cu yang dapat dikeraskan adalah paduan
yang kadar Cu nya kecil dari batas kelarutan maksimum [5].
Viskositas merupakan tahanan untuk
mengalir dari suatu sistem yang mendapatkan suatu tekanan. Viskositas adalah
ukuran resistensi zat cair untuk mengalir. Berikut adalah harga koefisien distribusi
pada berbagai fluida [6].
Tabel 1. Koefisien
viskositas medium pendingin
Fluida
|
Temperature (oC)
|
Koefisien viskositas
|
Air
|
20
|
1,0 ´ 10-3
|
Udara
|
20
|
0,0018 ´ 10-3
|
Oli sae
|
30
|
200´ 10-3
|
Larutan garam
|
30
|
0.8984
|
II.
METODE
Pada Percobaan
Pengaruh media pendinginan pada Heat
treatment terhadap sifat mekanik paduan logam AlCu dengan perlakuan Quenching, peralatan dan bahan yang
digunakan adalah paduan logam tembaga alumunium yang akan diuji kekerasannya,
gergaji untuk memotong paduan logam AlCu, alat grinding untuk menghaluskan
permukaan logam, 3 buah gelas beker sebagai tempat proses pendinginan, furnace
sebagai alat untuk pemanas, microhardness
vickers sebagai alat untuk menguji tingkat kekerasan, pyrometer sebagai
alat untuk mendeteksi temperatur suatu benda, capit digunakan untuk mengambil
dan meletakkan logam di dalam furnace, 4 buah amplas (Mesh 1000, 800, 600, 220)
digunakan untuk menghaluskan permukaan logam, aquades sebagai medium pendingin,
oli sae sebagai medium pendingin, larutan garam sebagai medium pendingin.
Gambar 1. Flowchart percobaan heat treatment
Percobaan Heat treatment ini
dilakukan dengan dipotongnya paduan logam AlCu menjadi 4 bagian, dimana
masing-masing bagian berukuran 2.5 cm. Logam yang telah dipotong, digrinding
menggunakan kertas amplas (mesh 220, 600, 800, dan 1000) secara berurutan
hingga permukaan rata dan halus. Kemudian dimasukkan kedalam furnace
menggunakan capit dengan suhu 500oC selama 30 menit. Setelah 30
menit, 3 logam dimasukkan ke dalam masing-masing medium pendingin (air, oli sae
30, larutan garam), dan 1 logam lainnya dibiarkan dengan medium udara hingga
mencapai suhu ruangan (31oC). Logam dengan medium pendingin selain
udara digrinding menggunakan kertas amplas mesh 800 dan 1000 hingga permukaan
rata dan halus kembali. Langkah terakhir yakni di uji kekerasan dari keempat
logam tersebut meggunakan microhardness
vickers.
III.
ANALISA DATA
Dari percobaan heat treatment yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut
Tabel 2. Data Percobaaan Heat
treatment
No
|
Media pendingin
|
Kekerasan (HV)
|
1.
|
Larutan garam
|
46.3
|
2.
|
Udara
|
44.7
|
3.
|
Air
|
41.6
|
4.
|
Oli sae
|
39.8
|
Berikut ini adalah gambar dari logam AlCu setelah
dilakukannya Heat treatment
Gambar 2. Hasil uji kekerasan
dengan microhardness vickers pada
paduan logam Al-Cu dengan tanpa medium pendingin (mediumnya di udara terbuka).
Diperoleh nilai kekerasan sebesar 44,7 HV.
Gambar 3. Hasil uji kekerasan dengan microhardness vickers pada paduan logam Al-Cu dengan medium
pendingin air. Diperoleh nilai kekerasan sebesar 41,6 HV.
Gambar 4. Hasil uji kekerasan
dengan microhardness vickers pada
paduan logam Al-Cu dengan medium pendingin oli sae. Diperoleh nilai kekerasan
sebesar 39,8 HV.
Gambar 5. Hasil uji kekerasan
dengan microhardness vickers pada
paduan logam Al-Cu dengan medium pendingin larutan garam. Diperoleh nilai
kekerasan sebesar 46,3 HV.
IV.
PEMBAHASAN
Pada percobaan heat
treatment pada paduan logam AlCu agar dapat mengetahui nilai kekerasan dari
logam tersebut di berbagai medium pendingin, dilakukan dengan menghaluskan
permukaan sebanyak dua kali. Proses menghaluskan permukaan pertama dilakukan
menggunakan kertas amplas (mesh 220) terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan
karena mesh 220 memiliki karakter lebih kasar daripada mesh lainnya. Setelah
permukaan rata dengan mesh 220, maka diperhalus dan diratakan lagi dengan mesh
600, demikian seterusnya hingga mesh 1000. Setelah permukaan halus, maka
dilakukan heat treatment dengan
proses quenching. Logam dipanaskan di
dalam furnace dengan suhu 500oC. Quenching
merupakan perlakuan panas dibawah suhu kritis. Paduan logam AlCu dilakukan
dengan perlakuan panas dibawah suhu kritis agar paduan logam tidak tepat akan
berubah fasa. Proses heat treatment
terhadap logam, tidak hanya perlakuan panas saja, tetapi juga pendinginan.
Jadi, setelah dilakukan proses quenching,
paduan logam tersebut dimasukkan ke dalam viskositas medium pendingin.
Viskositas medium pendingin yang dilakukan pada percobaan ini yaitu air, udara,
oli sae 30, dan larutan garam. Proses pendinginan ini dilakukan untuk
mendapatkan nilai kekerasan dari logam tersebut dengan variasi medium
pendinginan. Proses pendinginan yang dilakukan sampai pada suhu ruangan.
Setelah itu, proses menghaluskan permukaan kedua dilakukan menggunakan kertas
amplas mesh 800 dan mesh 1000. Tujuan memperhalus permukaan yang kedua ini
adalah untuk menghilangkan kotoran akibat dari proses pendinginan.
Memperhaluskan dan merata kan permukaan pada paduan logam AlCu ini bertujuan
untuk dapat mengetahui nilai kekerasan dari logam tersebut, karena jika
permukaan dari logam yang di uji tidak rata, maka alat microhardess vickers
tidak dapat mengamati nilai dari kekerasan paduan logam tersebut.
Pada diagram fasa paduan logam AlCu, dapat dilihat bahwa
proses furnace dilakukan pada suhu 500oC. Hal tersebut dilakukan
karena tembaga dan aluminium mencapai batas jenuhnya. Bila temperatur
diturunkan maka akan ada tembaga yang keluar dari padatan berupa CuAl2.
Semakin turun temperatur nya, maka kelarutan tembaga dalam aluminium juga
menurun. Jika temperatur semakin tinggi, maka logam tersebut akan berubah fasa.
Dari tabel 1, dapat kita lihat bahwa viskositas dari setiap
larutan berbeda-beda. Viskositas larutan garam lebih besar daripada yang
lainnya. Sedangkan viskositas yang terendah yaitu udara. Semakin besar
viskositas, maka kemampuan untuk menyerap panas semakin berkurang. Semakin lama
untuk menyerap panas, maka kekerasannya semakin berkurang sebab waktu untuk
mendinginkan logam paduan AlCu semakin lama. Suatu atom-atom yang terdapat pada
logam jika dilakukan pemanasan, atom-atom tersebut bergerak bebas. Dan ketika
dari pemanasan dilanjutkan pendinginan secara cepat, maka atom-atom tersebut
tidak sempat untuk berdifusi keluar dan akhirnya terjebak dalam struktur
kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya
kecil. Hal tersebut membuat kekerasan dari suatu logam meningkat. Pada
percobaan ini kekerasan logam paling tinggi hingga paling rendah yakni dengan
medium pendingin larutan garam, udara, air, dan oli.
Selain dipengaruhi dari viskositas, penyebab lain juga
dipengaruhi oleh konduktivitas termal. Konduktivitas dapat memperlambat laju
pendinginan, sehingga kekerasan menjadi kecil. Ketika material dipanaskan pada
suhu dan waktu tertentu dan kemudian dilanjutkan dengan pendinginan secara
cepat, maka struktur mikro material akan mengalami perubahan yang signifikan,
yakni struktur yang baru memiliki kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi
daripada sebelumnya. Ketika suatu logam dipanaskan maka temperatur logam akan
naik. Setelah mencapai suhu tinggi, atom-atom akan bergerak keluar dari
struktur nya. Kemudian setelah didinginkan dengan media pendingin, maka akan
lebih cepat dingin dan kembali ke suhu ruangan. Ketika logam dari 500oC
menuju 250oC, membentuk austenit tidak stabil, kemudian dibawah 250oC
terbentuk austenit dan martensit. Martensit ini terbentuk karena atom-atom
karbon yang ada pada permukaan tidak sempat berdifusi akibat pendinginan yang
terlalu cepat dan struktur logamnya merapat. Sifat martensit yakni keras dan
ulet.
Dari hasil percobaan didapatkan kesalahan data pada nilai
kekerasan larutan garam. Seharusnya nilai kekerasan paling tinggi ke yang lebih
rendah yaitu logam dengan medium pendingin udara, air, oli, dan larutan garam.
Namun pada percobaan tidak demikian. Hal tersebut dikarenakan komposisi air dan
garam berbeda dengan viskositas larutan garam yang ada.
V.
KESIMPULAN
Dari percobaan
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tingkat kekerasan paduan logam
aluminium tembaga yakni 46.3. Viskositas medium pendingin tinggi menghasilkan
nilai kekerasan logam rendah.
LAMPIRAN
1. Foto Alat dan Bahan
Gambar 1. Capit, pyrometer, dan paduan logam Al-Cu
Gambar 2. Mesin grinding, amplas, gelas beker, dan
alat furnace
Gambar 3. Medium pendingin (dari kiri ke kanan:
larutan garam, oli sae, dan air)
Gambar 4. Microhardness
vickers
2. Foto Hasil Uji Kekerasan dengan Microhardness vickers
Gambar 5. Hasil uji kekerasan dengan microhardness vickers pada paduan logam
Al-Cu dengan tanpa medium pendingin (mediumnya di udara terbuka). Diperoleh
nilai kekerasan sebesar 44,7 HV.
Gambar 6. Hasil uji kekerasan dengan microhardness vickers pada paduan logam
Al-Cu dengan medium pendingin air. Diperoleh nilai kekerasan sebesar 41,6 HV.
Gambar 7. Hasil uji kekerasan dengan microhardness vickers pada paduan logam
Al-Cu dengan medium pendingin oli sae. Diperoleh nilai kekerasan sebesar 39,8
HV.
Gambar 8. Hasil uji kekerasan dengan microhardness vickers pada paduan logam
Al-Cu dengan medium pendingin larutan garam. Diperoleh nilai kekerasan sebesar
46,3 HV.
UCAPAN
TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Asisten Laboratorium, Cahyaning Fajar Kresna Murti, Alfa
Dinar Callista P., dan Shelly Permatasari, yang telah membimbing
dalam melakukan percobaan ini. Dan kepada teman-teman kelompok praktikum yang
telah bekerjasama dengan baik dalam melakukan percobaan dan menyelesaikan laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Boyer,
Howard. 2006. “Practical Heat Treating”. USA: ASM International.
[2]
Callister,
W.D. 2001. “Fundamental of Materials Science and Engineering, Departemen of
Metallurgical Engineering”. New York: John Willey & Sons, inc.
[3]
Crankovic,
G.M. 1986. “Materials Characterization”. USA: ASM International.
[4]
Surdia, T.
1992. “Pengetahuan Bahan Teknik”. Jakarta: Pradnya Paramita.
[5]
Allen,
Edward. 2002. “Dasar-dasar Kontruksi Bangunan”. Jakarta: Erlangga.
[6]
Halliday,
D. 2011. “Fisika Dasar”. Jakarta: Erlangga.